PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perubahan paradigma dalam pengelolaan program KB nasional yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan pembangunan di Indonesia sejak awal reformasi hingga era desentralisasi serta era globalisasi, dan good governance banyak mewarnai perjalanan program ke depan (www.bkkbn.go.id).
Guna mewujudkan visi program “Seluruh Keluarga Ikut KB”, dan misi program “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”, Direktorat Pelayanan Informasi dan Dokumentasi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan informasi program KB nasional berupaya untuk memberikan pelayanan informasi dan dokumentasi program KB nasional kepada para pimpinan, pengelola dan pelaksana program serta pengguna lainnya dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang dewasa ini berkembang sangat pesat dan dinamis (www.bkkbn.go.id).
Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat, mempunyai masalah dalam bidang kependudukan. Dalam mengatasi masalah kependudukan tersebut, bangsa Indonesia mengadakan program KB nasional. Ini terdapat dalam tujuan pembangunan bidang kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, untuk dapat mengangkat derajat kehidupan bangsa telah dilaksanakan secara bersamaan pembangunan ekonomi dan KB (Manuaba, 1998).
Pemerintah memberikan perhatian yang besar pada keberhasilan program pengendalian jumlah penduduk. Keberhasilannya dapat dilihat dengan jumlah penduduk Indonesia 216 juta jiwa per tahun ini, mungkin akan lebih besar lagi jika tidak ada program KB nasional. Bahkan, pemerintahan telah menargetkan angka fertilitas penduduknya atau Total Fertility Rate (TFR) pada kisaran 2,2 anak peribu pada tahun 2010-2015. Keberhasilan program KB ini, tentu saja sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penurunan jumlah angka dalam keluarga berdampak pada peningkatan kemampuan keluarga untuk memanfaatkan kegiatan produktif dan pengembangan sumberdaya anggota keluarga (Kuntjorojakti, 2000).
Berdasarkan perkiraan yang dilakukan The United Nation, penduduk Indonesia hanya akan berjumlah 250 juta pada tahun 2015, dengan catatan pembangunan KB tetap seperti saat ini. Selanjutnya, jika antara 2010-2015 tiap keluarga rata-rata hanya memiliki 2 anak, maka jumlah penduduk pada 2050 akan berkisar pada angka 293,7 juta jiwa, yang setelah itu akan tumbuh seimbang (Kuntjorojakti, 2000).
Program KB terbukti efektif dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk. Program KB mempunyai peran penting dalam kesehatan dan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Secara makro KB berfungsi mengendalikan kelahiran, secara mikro KB bertujuan untuk membantu keluarga dan individu untuk mewujudkan keluarga-keluarga yang berkualitas (Syarif, BKKBN 2007).
Sedangkan pola dasar kebijakan program KB pada waktu ini antara lain adalah : (1) menunda perkawinan dan kehamilan sekurang-kurangnya sampai berusia 20 tahun. (2) Menjarangkan kelahiran dan dianjurkan menganut system keluarga; a) Caturwarga, yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anak. b) Pancawarga, yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan 3 orang anak. (3) Hendaknya besarnya keluarga dicapai selama dalam usia reproduksi sehat, yaitu sewaktu umur ibu antara 20-30 tahun. (4) Mengakhiri kesuburan pada usia 30-35 tahun (Mochtar, 1998).
Di Indonesia, tujuan Program Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah : (1) Tujuan demografis, yaitu dapat dikendalikannya tingkat pertumbuhan penduduk. Sebagai patokan dalam usaha mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan suatu target demografis berupa penurunan angka fertilitas dari 44 permil pada tahun 1971 menjadi 22 permil pada tahun 1990. (2) Tujuan normatif, yaitu dapat dihayatinya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang pada waktunya akan menjadi falsafah hidup masyarakat Indonesia (Mochtar, 1998).
“Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 adalah ‘bad news’ bagi program Keluarga Berencana di Indonesia.” Pernyataan ini disampaikan oleh Drs. Masri Muadz, MA, ketua panitia penyelenggara Rapat Penelaah Nasional Program KB tahun 2008 di Auditorium BKKBN Halim Perdana Kusumah, Jakarta pada hari Rabu 6 Agustus 2008.
Menurut Masri, ada dua indikator utama kurang menggembirakan dari hasil SDKI 2007. Pertama, angka kelahiran yang ada pada masa awal program KB berhasil diturunkan melalui kontribusi progam KB. Hasil SDKI 2007 menunjukkan bahwa angka kelahiran total (TFR) di Indonesia adalah 2,6 per wanita, angka yang tidak berubah sejak SDKI tahun 2002. Sebagaimana tertera dalam RPJMN 2004-2009, sasaran TFR yang harus dicapai tahun 2009 adalah 2,2. Ketidakmampuan menurunkan TFR menjadi 2,2 pada akhir tahun 2009 menurut Sugiri, akan mempengaruhi pencapaian sasaran jangka panjang “Penduduk Tumbuh Seimbang” pada tahun 2015 dan Penduduk Tanpa Pertumbuhan pada tahun 2050.
Berita buruk lainnya menurut Masri adalah meningkatnya persentase keluarga yang memerlukan pelayanan KB tetapi tidak terlayani (unmet need). Menurut SDKI tahun 2007 angka unmet need nasional mencapai 9,1% meningkat dari 8,6% pada tahun 2002. Hal ini dilihat negatif dari aspek kinerja BKKBN. Keluarga-keluarga unmet need semestinya merupakan sasaran yang paling mudah untuk diajak ber KB dan menjadi prioritas dalam pemberian pelayanan.
Untuk mengejar pemenuhan sasaran RPJMN sampai akhir 2009, menurut kedua pejabat seluruh jajaran BKKBN harus melakukan tiga hal. Pertama, melaksanakan konsolidasi pengelolaan program. Konsolidasi ini, menurut Sugiri, meliputi konsolidasi sumber daya manusia, konsolidasi pengelolaan sarana dan konsolidasi pengelolaan anggaran. Kedua, melakukan percepatan pelaksanaan program untuk mencapai sasaran RPJM. Ketiga, perlu ada penajaman sasaran program melalui penyusun segmentasi sasaran di setiap tingkatan (http://prov.bkkbn.go.id).
PUS dari Kabupaten Sleman sebesar 146.682 pasangan. 117.556 (80,14%) diantaranya secara aktif menggunakan kontrasepsi. Peserta KB aktif menurut metode kontrasepsi Kabupaten Sleman, Yogyakarta yakni yang sampai saat ini masih menjadi peserta KB (Januari s/d Desember 2008) berjumlah 117.556 akseptor (80,14%). Dengan rincian yang memakai Suntik 54.651 akseptor (46,48%), Pil 11.961 akseptor (10,17%), Implant 3.595 akseptor (3,05%), IUD 33.663 akseptor (28,63%), MOW 5.780 akseptor (4,9%), Kondom 7.237 akseptor (6,15%), MOP 669 akseptor (0,5%).
Sedangkan PUS dari Kecamatan Depok sebesar 14.785 pasangan. 11.360 (76,83%) diantaranya secara aktif menggunakan kontrasepsi. Peserta KB aktif yang terdapat di Kecamatan Depok, Yogyakarta telah didapatkan jumlah akseptor KB (Januari s/d Desember 2008) berjumlah 11.360 akseptor (76,83%), dengan rincian KB suntik 3.055 akseptor (26,89%), Pil 1.152 akseptor (10,14%), Implant 257 akseptor (2,26%), IUD 4.739 akseptor (41,71%), Kondom 1.160 akseptor (10,21%), MOW 895 akseptor (7,87%), MOP 102 akseptor (0,89%). Ini berarti bahwa pemakaian kontrasepsi hormonal masih mendominasi peserta KB di Kabupaten Sleman dan Kecamatan Depok, Yogyakarta.
Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan di BPS Mei Suwarsono Kledokan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta didapatkan jumlah akseptor KB pada bulan Januari sampai Desember tahun 2008 adalah 1594 peserta dengan rincian KB suntik 3 bulan DMPA 1250 (78,4%), suntik kombinasi 77 (4,83%), pil 162 (10,2%), IUD 84 (5,3%), kondom 18 (1,1%), implant 3 (0,18%) dari data tersebut dapat diketahui bahwa akseptor KB suntik 3 bulanan (DMPA) lebih tinggi dibandingkan dengan KB suntik kombinasi, perbedaannya 73,57%.
Diantara kontrasepsi hormonal, KB suntik di Kecamatan Depok masih paling banyak diminati oleh akseptor KB. Sebenarnya kontrasepsi suntik ini memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain kekurangannya yaitu peningkatan berat badan, haid tidak teratur, berjerawat, dan migraen.


Untuk Selengkapnya Silahkan Download secara GRATIS, klick dibawah :
DOWNLOAD dengan Freakshare
  • Download BAB I
  • Download BAB II
  • Download BAB III
  • Download BAB IV
  • Download BAB V
  • Download Daftar Pustaka