alam
Ilustrasi: Pemandangan Alam


Bangnes.com - Melihat alam sebagai sabahat merupakan bentuk penghormatan terhadap eksistensi alam itu sendiri. Alam pada hakekatnya adalah baik adanya. Hal ini diafirmasi dalam kitab Perjanjian Lama bahwa Allah menciptakan alam ini baik adanya (Bdk. Kejadian bab I). Nilai estetis yang terdapat dalam alam ini menandakan kesetiaan Allah terhadap manusia bahwa Dia selalu memberikan yang terbaik untuk manusia sebagai ciptaan-Nya yang dalam kehendaknya supaya manusia “menguasai bumi serta isinya”(Bdk. Kej 1: 26).

Namun, kerapkali manusia salah mengartikan dan menafsir kata “menguasai” ini sehingga implikasinya bahwa manusia secara sewenang-wenang mengeksploitasi alam dan merusakannya secara sadis. Hal ini pada galibnya dikarenakan oleh manusia yang telah terjatuh dalam sikap yang hedonis dan konsumeristis radikal. Dengan demikian, merubah sikap dan pikiran serta meninggalnya dengan melihat alam sebagai sahabat merupakan bentuk penghormatan terhadap alam dan Allah sebagai sang pencipta absolut.

Alam Dalam Dirinya sendiri
Alam ciptaan ini dalam dirinya sendiri baik adanya. Tidak ada kecacatan atau bopeng yang membuat panorama alam ini kehilangan identitas asalinya. Keindahan alam yang memesona dan terpukau dalam tatapan manusia merupakan sumber energi positif bagi manusia. Dalam dirinya alam memberikan sumbangsi bagi manusia untuk mempertahankan hidupnya tapi bukan dalam aspek ekonomis.

Akan tetapi, jarang sekali manusia zaman sekarang menghargai eksistensi alam. Manusia zaman ini lebih memerioritaskan kebutuhan ekonomi ketimbang merawat alam untuk mempertahankan eksistensinya yang utuh. Alam dalam dirinya tidak pernah dilihat sebagai subyek dalam kesetaraan melainkan sebagai obyek yang harus dikeruk isinya hingga panorama alam asali hilang dari tatapan. Oleh karena itu, akibat akut pengobyekan terhadap alam yaitu alam menjadi rusak seperti kerusakan hutan, lapisan tanah, kerusakan terumbu karang dan kerusakan lapisan ozon. Inilah proyeksi kebobrokan manusia terhadap alam. Namun, manusia tidak pernah sadar dengan kondisi alam seperti ini. manusia hanya mementingkan egonya ketimbang kesejahteraan bersama.

Alam Bagi Yang Lain
Secara ontologis, adanya alam ciptaan ini untuk melengkapi eksistensi yang lain. Kehadiran yang lain merupakan partner untuk saling memenuhi dan menjaga sehingga terciptanya hubungan yang harmonis secara efisien dan utuh antara alam dan manusia. Oleh karena itu, aktus pengobjekan terhadap alam adalah rapuhnya solidaritas dalam skala prioritas untuk saling melengkapi antara satu sama lain. Kehadiran alam untuk yang lain sungguh-sungguh untuk dimanfaatkan dan selebihnya untuk memenuhi kepuasan ego manusia yang tidak pernah puas dengan pemberiaan alam secara natural. Mengutip Levinas bahwa “setiap kehadiran yang lain didepanku memberi saya sebuah tanggungan”. Dalam hal ini, alam bagi yang lain menuntut tanggungjawab kita terhadap alam dan diri kita sendiri karena kita adalah yang lain bagi alam.

Alam Sebagai Sahabat
Melihat alam sebagai sahabat merupakan bentuk tanggung jawab bersama terhadap alam itu sendiri. Dalam hal ini, manusia harus peduli untuk merawat alam dan ini menjadi kewajiban bersama bagi segenap umat manusia. Paus Yohanes Paulus dalam ensikliknya Cantesimus Annus menegaskan bahwa “kepedulian terhadap lingkungan hidup menyajikan sebuah tantangan bagi segenap umat manusia. Ini merupakan persolan kewajiban bersama dan universal yakni soal menghormati harta milik bersama”.

Krisis global yang terjadi sekarang ini dikarenakan oleh hilangnya rasa tanggung jawab dan memiliki terhadap alam. Manusia secara semena-mena menghancurkan alam dengan intensi bahwa untuk memenuhi kebutuhan sekarang sedangkan kebutuhan di masa depan diabaikan. Disinilah letak kesesatan cara berpikir manusia yang egoistis. Dengan demikian, korelasi manusia dan alam telah kehilangan arah dan menjadi sirna terbawa arus kemasiatan manusia sendiri. Semestinya tidak heran apabila alam tidak bersahabat dengan amukan rusuh yang tidak dapat dibendung. Hal ini menuntut tanggung jawab manusia untuk kembali menata alam secara utuh dan harmonis. Artinya melihat alam sebagai sahabat untuk saling memenuhi segala kebutuhan secara tepat guna.

Tinjauan Etis Kristen Atas Kerusakan Alam
Kembali kepada alam merupakan persoalan etis yang harus dikedepankan. Membangun relasi harmonis terhadap alam menandakan bahwa manusia secara etis merawat alam sebagai tanggung jawab moral yang seyogianya dipraktikkan. Berhubungan dengan ini, Paus Paulus VI dalam suratnya kepada Maurice Strong pada kesempatan konferensi bangsa-bangsa tentang lingkungan hidup manusia yang diselenggarakan di Stockholm pada tahun 1972, menegaskan bahwa manusia dan lingkungan alamiahnya saling terpaut dan perlunya pembatasan dalam menggunakan kekayaan alam yang sama.

Pembatasan dalam menggunakan kekayaan alam sangatlah perlu dipraktikkan dalam tataran praktis. Alam tidak boleh dilihat sebagai obyek yang harus dikeruk keberadaannya melainkan menjadi subyek dalam berpartner sehingga terciptanya kehidupan yang harmonis. Dalam hal ini, nilai keramahtamahan terhadap alam menunjukan bahwa manusia merupakan gambaran Allah yang setia untuk merawat alam dengan penuh tanggungjawab. Persoalan tanggungjawab ini termaktub dalam ensiklik Centesimus Annus (1991) Paus Yohanes Paulus II bahwa manusia sejatinya melindungi dan menyelamatkan keadaan ekologi manusiawi, melindungi jenis-jenis hewan yang terancam punah dan keseimbangan umum bumi. Dalam dimensi ini Paus menitikberatkan terhadap tanggungjawab manusia terhadap alam. Bertanggungjawab berarti merubah cara pandang dan perilaku yang mana alam ini secara in se mempunyai nilai dalam dirinya yang harus dihargai. Ini merupakan tanggungjawab moral manusia terhadap alam ciptaan ini.

Dengan demikian, melihat alam sebagai sahabat merupakan bentuk penghormatan manusia terhadap alam. Bentuk penghormatan itu seyogyanya terejawantah dalam tanggungjawab manusia terhadap alam. Alam dalam dirinya bukan hanya kompleks kata benda melainkan kompleks yang mempunyai nilai dan arti yang harus dihargai. Oleh karena itu, manusia harus membangun korelasi harmonis terhadap alam sehingga terciptanya alam yang sehat, bersih dan mempunyai panorama yang memukau. Dalam arti bahwa manusia harus memberikan dirinya secara total terhadap alam tanpa membuat perbedaan yang menyebabkan korelasi antarkeduanya menjadi kacau balau.

Ricko Lando