PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tujuan pembangunan Kesehatan sesuai dengan sistem Kesehatan Nasional adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum (Depkes RI, 1999). Menurut Undang – Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 pasal 10, untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, maka diselenggarakan pelayanan kesehatan dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI,2000).
Semakin berkembangnya IPTEK yang diikuti dengan banyaknya penyakit berbasis lingkungan yang sedang terjadi di Indonesia yang disebabkan karena kurangnnya pemahaman dan perilaku manusia terhadap kebersihan belum baik. Selain itu kurangnnya pegawasan terhadap makanan yang dimakan anak saat diluar rumah dan pengetahuan orang tua terhadap bahaya penyakit berbasis lingkungan masih rendah. Hal ini menyebabkan anak sakit, orang tua kurang memahami penyakit dan tatalaksana terhadap penyakit tersebut (Widjaja,2001).
Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Dalam hal sanitasi, mareka masih memanfaatkan ’’ Toilet Terbuka’’ yang biasanya terletak di kebun, pinggir sungai, atau empang. Perilaku semacam itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, anatara lain faktor ekonomi karena untuk membuat septic Tank diperlukan biaya. Tidak tersediannya septic tank umum dan layanan yang baik unutk penyedotannya. Buang air besar ditempat terbuka (suangai atau empang) telah menjadi kepraktisan dan dilakukan banyak orang disekitarnya (Widjaja, 2001)
Kebersihan lingkungan merupakan suatu yang berpengaruh terhadap kesehatan pada umumnya. Banyaknya penyakit – penyakit lingkungan yang menyerang masyarakat karena kurang bersihnya lingkungan disekitar ataupun kebiasaan buruk yang mencemari lingkungan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan penyakit yang dibawa oleh kotoran yang ada di lingkungan bebas tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung yaitu melalui perantara. Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Sampai saat ini, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama masyarakat Indonesia. Dari urutan penyebab kunjungan Puskesmas / balai pengobatan, diare hamper selalu termasuk dalam kelompok 3 (tiga) penyebab utama masyarakat berkunjung ke Puskesmas (Judarwanto,2005)
Kecenderungan mengkonsumsi makanan yang keamanannya belum terjamin mengakibatkan sering muncul kasus – kasus keracunan atau timbulnya penyakit. Berdasarkan analisis, 60% kejadian keracunan makanan berasal dari jasa boga atau makanan. Tercatat ada sekitar 54 kasus keracunan makanan sepanjang bulan Januari – Agustus 2004. Dari kasus – kasus tersebut 3.034 orang diantarnya sakit dan 14 orang meninggal dunia. Dua kasus keracunan ini bersumber dari makanan jajanan dan sembilan kasus diantaranya terjadi di sekolah. Makanan yang terpapar racun ini adalah susu yang sudah kadaluarsa, es dan minuman yang menggunakan pewarna tekstil dan pemanis buatan, Bakso yang mengandung formalin dan Boraks (Sampurno, 2004).
Selain itu diare juga dapat terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat. Misalnya tidak mencuci tangan saat makan, makan makanan dengan tidak memperhatikan kebersihannya juga kuman yang terbawa lewat kuku yang tidak dipotong (Sampurno, 2004)
Fakta ini seolah mengatakan bahwa kesadaran penduduk Indonesia akan kesehatan teramat minim. Dan bukan tidak mungkin bahwa kesadaran yang minim tersebut disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang kurang tentang diare, serta pencegahannya. Diare yang disertai gejala buang besar terus menerus muntah dan kejang perut kerap dianggap biasa sembuh dengan sendirinya tanpa perlu pertolongan medis (Judarwanto, 2005).
Tentang penatalaksanaan dan pencegahan diare, peran orang tua yang paling penting. Tingkat pengetahuan orang tua tentang diare sangat berpengaruh terhadap penatalaksaan dan pencegahan terhadap diare itu sendiri. Pengetahuan orang tua dengan kejadian diare dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti media masa, penyuluhan yang dilakukan tim kesehatan lingkungan maupun sumber lainnya. Selama ini persepsi yang sering muncul dimasyarakat tentang diare adalah karena proses pembuangan zat – zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan tidan memerlukan penanganan karena akan sembuh dengan sendirinya. Atau mungkin juga muncul juga persepsi jika tidak kunjung sembuh dari diare , maka orientasi seseorang menginginkan segera dapat baung air besar secara normal tanpa memperhitungkan akibat buruk dari obat diare yang tidak sesuai penggunaannya (Widjaja, 2001)
Jhon (2005) mengemukakan hasil penelitian dari Badan Pegawas Obat dan Makanan yang menyebutkan bahwa dari 120 sampel makanan yang diuji ada tujuh Kbupaten, sebanyak 80 sampel atau 50%nya tidak memenuhi mutu keamanan. Badan POM NTT menemukan nlebih dari 70% makanan menggunakan pemanis buatan.
Kecenderungan mengkonsumsi makanan diluar rumah atau jajanan yang keamanannya belum terjamin merupakan fakor utama penyebab utama keracunan atau diare (Sampurno, 2004)
Ada bermacam – macam penyebab diare misalnya infeksi, kurangnya kebersihan makanan, kurangnya higienis perorangan. Higienis perorangan meliputi banyak hal diantaranya kebiasaan makan lalapan, kebiasaan mencuci tangan dan kebiasaan mandi. Berdasarkan uraian diatas maka penulis bernaksud untuk mengetahui hubungan antara higienis perorangan dengan kejadian diare.


Untuk Selengkapnya Silahkan Download secara GRATIS, klick dibawah :