Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengatakan baik dokter maupun rumah sakit wajib menjaga kerahasiaan data pasien yang positif COVID-19. Tetapi, pihak laboratorium tetap wajib memberikan data pasien tersebut pada Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk keperluan tracing atau pelacakan kontak.

"Jadi kalau dalam hal itulah maka kewajiban dokter di rumah sakit untuk menjaga kerahasiaan. Tetapi juga kewajiban laboratorium rumah sakit untuk menyampaikan datanya ke Dinas Kesehatan itu biasanya dikerjakan. Dinas kesehatan kemudian kalau misalnya positif membuat telusur kontak," kata Prof Zubairi, Minggu (29/11/2020).

"Mengenai Habib Rizieq kalau dari sisi dari ngumpulin massa tentu aku tidak setuju. Tapi kalau mengenai rumah sakit dipaksa membuka data itu tidak boleh, itu melanggar Undang-Undang, banyak sekali Undang-Undang ada 4 UU, 1 Permenkes yang terkait dengan kewajiban dokter menjaga kerahasiaan dan juga rumah sakit itu memang tidak boleh membuka hasilnya Rizieq," ujarnya.

Prof Zubairi mengatakan menjaga kerahasiaan data pasien pun sudah diatur dalam undang-undang dan Peraturan Menteri Kesehatan, sebagai berikut:

Pasal 48 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Pasal 7 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 38 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Pasal 73 UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan aturan umum tentang kerahasiaan medis pasien tidak berlaku dalam kondisi tertentu yang diatur dalam aturan yang lebih khusus khusus.

"Data tersebut tidak untuk disebarkan kepada publik, melainkan hanya untuk kepentingan penanganan kasus," kata Menko Polhukam dalam konferensi pers Minggu (29/11/2020).